Kamis, 19 Juni 2014

Legenda Sang Tante Dolly

Ada beragam kisah terkait awal berdirinya Dolly.

Gang Dolly saat malam sebelum penutupan
Tidak ada yang tahu persis bagaimana kawasan lokalisasi Dolly berdiri untuk pertama kalinya. Namun, nama Dolly sudah sangat terkenal sejak lama. Bahkan sejumlah literatur menyebutkan Dolly sudah ada sejak abad 19, masa kolonial Belanda.

Dolly berada di tempat strategis di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur. Konon kawasan ini menjadi yang terbesar se-Asia Tenggara dibandingkan Phat Pong di Bangkok-Thailand dan Geylang di Singapura. Keberadaan Dolly bahkan dinilai lebih terkenal dibandingkan Kota Surabaya.

Bukan hanya warga lokal yang datang ke Dolly, bahkan orang asing pun diketahui banyak yang penasaran dengan Dolly. Banyak wisatawan luar negeri yang menyeberang dari Bali ke Surabaya hanya untuk ke Dolly.
Ada beragam kisah terkait awal berdirinya Dolly. Antara lain yang menyebutkan bahwa nama Dolly diambil dari nama salah satu perintis usaha prostitusi—seorang perempuan keturunan Belanda bernama Dolly van de Mart. Ia membuka sebuah wisma dengan perempuan-perempuan cantik yang utamanya digunakan untuk melayani tentara Belanda ketika itu.

Karena pelayanan yang memuaskan, para tentara pun kembali ke wisma itu. Bahkan, sejumlah masyarakat pribumi juga penasaran dengan pelayanan dan keberadaan perempuan di rumah bordil tersebut. Rumah bordil itu pun menjadi ramai.

Kisah lain yang hampir serupa menyebutkan, kompleks ini awalnya merupakan pemakaman Tionghoa meliputi wilayah Girilaya, berbatasan dengan makam Islam di Putat Gede. Kisah itu disebutkan pada buku berjudul Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly oleh Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar, yang diterbitkan oleh Grafiti (1982). Awalnya, penelitian itu merupakan skripsi Tjahjo dari FIP Unair Surabaya yang kemudian dibukukan.

Pada tahun 1960-an, makam-makam tersebut dibongkar dan sebagian besar dijadikan permukiman. Sekitar tahun 1966, muncullah para pendatang yang kemudian menetap di kawasan itu. Dan tercatat pada 1967, datang seorang mantan pelacur berdarah Jawa-Filipina bernama Dolly Khavit atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tante Dolly. Ia menikah dengan pelaut Belanda dan mendirikan rumah bordil pertama di jalan yang sekarang bernama Kupang Gunung Timur I.

Keberadaan rumah pelacuran itu banyak membuat orang penasaran. Bahkan, sosok Tante Dolly juga membuat banyak lelaki hidung belang datang ke tempat tersebut. Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang mendirikan usaha di sekitar wisma milik tante Dolly.

Kawasan itu kemudian dikenal dengan sebutan Gang Dolly yang juga bersebelahan dengan kawasan prostitusi Jarak. Namun, nama Dolly-lah yang lebih santer. Puluhan wisma bermunculan mulai dari sisi jalan sebelah barat, lalu meluas ke timur, hingga mencapai sebagian Jalan Jarak.

Menurut cerita, keturunan tante Dolly juga masih ada yang tinggal di Surabaya, namun tidak lagi melanjutkan bisnis tersebut.

Selain lokasi yang strategis, cara menjajakan pelacur di tempat ini juga cukup dramatis sehingga menjadikan Dolly sangat terkenal. Para pemuas nafsu itu akan dipajang di ruangan berkaca layaknya etalase. Dengan begitu, lelaki yang datang akan bebas memilih dengan siapa ia mau ditemani.

Kisah melegenda Dolly ini sebentar lagi hanya akan menjadi cerita. Sebab Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah bertekad akan menutup lokalisasi ini pada 18 Juni 2014.

Kawasan itu akan diubah menjadi gedung enam lantai sebagai pusat ekonomi di Surabaya. Meski begitu, penolakan terus saja terjadi hingga detik-detik dilakukan pengumuman penutupan Dolly.


(Puji Utami/Kompas.com)

Cerita Sang Raja yang Turun Tahta Saat Spanyol Tersingkir di Piala Dunia

Ini kisah raja Spanyol yang harus turun tahta bersamaan dengan kepulangan cepat tak dinyana tim nasional Spanyol dari Piala Dunia 2014.

raja spanyol,juan carlosRaja Juan Carlos meninggalkan upacara penandatanganan pelepasan mahkota, Rabu (18/6/2014). Carlos harus melepaskan mahkotanya berdasarkan keputusan parlemen yang dibuat pada hari yang sama dengan kepulangan ekstra cepat tim nasional Spanyol di laga Piala Dunia 2014 di Brasil (dok. Kompas.com).
Ini kisah raja Spanyol yang harus turun tahta bersamaan dengan kepulangan cepat tak dinyana tim nasional Spanyol dari Piala Dunia 2014, Rabu (18/6). Dialah sosok yang membawa Spanyol melewati banyak rintangan, dicinta, lalu jatuh karena beragam "remah", yang kemudian dilepas tetap dengan cinta rakyatnya.
Juan Carlos I, raja berumur 76 tahun ini adalah kepala negara yang memimpin Spanyol masuk ke rezim demokrasi dan menggagalkan kudeta militer, tetapi kemudian harus kehilangan mahkota berdasarkan keputusan parlemen, produk demokrasi yang dia bawa untuk negaranya.

Raja yang turun tahta ini, adalah pemegang peran penting sejarah modern Spanyol saat dia melangkah pertama kali menjadi kepala negara dalam usia 44 tahun, segera setelah kematian Jenderal Francisco Franco.

Juan Carlos naik tahta hanya beberapa hari setelah kematian Franco, pada November 1975, setelah ditunjuk sendiri oleh sang diktator yang digantikannya itu sebagai pewaris kepemimpinan Spanyol.

Carlos menjadi raja, melangkahi ayahnya sendiri, sesuai perintah Franco sebelum kematiannya. Namun, prinsip yang dipegang ayahnya menjadi pegangan utama Carlos selama menjadi raja.

"(Saya) setia pada keinginan politik ayah saya.. Saya ingin menjadi raja bagi semua orang Spanyol," ujar Carlos pada pidato pelepasan mahkotanya pada 2 Juni 2014, yang disampaikan bertepatan dengan hari proklamasi Spanyol.

Sejak mula pertama menjadi raja, Carlos menantang para Fracoists, sebutan untuk para loyalis mendiang Jenderal Franco, dengan memunculkan sistem baru pemerintahan monarki-parlementer. Konstitusi baru pun disahkan Spanyol pada 1978.

Penghadang kudeta
Sosok Raja Juan Carlos adalah sosok yang bagi orang Spanyol merupakan pereda upaya kudeta pada Februari 1981 oleh tentara yang menembaki parlemen dan menyandera para anggota parlemen selama beberapa jam.

Penampilan raja di televisi pada saat itu, menyatakan dukungan bagi pemerintahan demokratis, berperan besar menghentikan upaya kudeta tersebut. "Saya tahu para prajurit akan setuju karena saya telah ditunjuk oleh Franco dan (saya) menjadi komandan kepala mereka," kata Carlos beberapa waktu kemudian soal hari itu.

Tindakannya menghentikan upaya kudeta tersebut telah menumbuhkan cinta rakyat Spanyol kepadanya. Namun, sosok raja ini kemudian ternoda oleh skandal di lingkaran dalam istana. Salah satu skandal tersebut adalah investigasi korupsi yang menargetkan putri keduanya, Cristina dan suaminya, mantan atlet Olimpiade Inaki Urdangarin.

Pasangan Cristina dan Urdangarin sedang menunggu kepastian harus berhadapan dengan pengadilan atau tidak. Cristina dituduh melakukan penggelapan pajak dan Urdangarin untuk tuduhan penggelapan uang.
Tuduhan itu telah dibantah Cristina maupun Urdangarin. Namun, rakyat Spanyol terlanjur marah dengan noda dugaan korupsi itu, di tengah kemerosotan ekonomi negara itu yang diikuti kebijakan penghematan ketat dan tingginya angka pengangguran.

Gara-gara berburu gajah
Sebagai olahragawan dan pemburu yang berbakat, Carlos membuat marah rakyatnya ketika pada 2012 mengambil paket mewah perjalanan berburu gajah ke Botswana. Perburuan ini dinilai sebagai pemborosan yang tak bisa diterima di tengah resesi parah Spanyol.

Perjalanan tersebut terungkap gara-gara Carlos terjatuh dan mengalami patah tulang pinggul kanan. Cederanya membuat dia terpaksa diterbangkan pulang untuk segera menjalani operasi.
Jajak pendapat pun langsung menunjukkan merosotnya dukungan publik untuk kerajaan Carlos, di tengah krisis ekonomi yang mencekik. Raja telah membuat permintaan maaf terbuka kepada rakyatnya, dengan keluar rumah sakit menggunakan kruk.

Namun, cerita belum usai. Persoalan medis dan perburuan gajahnya berbuntut pertanyaan panjang atas nasib pemerintahannya.

Selama rentang 2010 hingga 2013, Carlos telah menjalani sembilan kali operasi, termasuk dua operasi pinggul kanan dan tiga operasi pinggul kiri setelah perburuan gajah itu.
Popularitas Raja Juan Carlos pun langsung terjun bebas begitu dugaan skandal Urdangarin terungkap pada 2011. Meski demikian, dukungan untuknya justru kembali naik begitu dia mengumumkan bakal turun tahta pada Juni 2014.

Pada 9 Juni 2014, jajak pendapat yang digelar Sigma Dos dan diterbitkan di El Mundo menyatakan 65 persen orang Spanyol mengakui pemerintahan Carlos adalah hal baik bahkan sangat baik untuk negara itu. Hasil jajak pendapat itu naik tajam dari 41 persen pada Januari 2014.

Namun, dukungan untuk Raja Juan Carlos dan sistem monarki dari kalangan muda berusia antara 18 sampai 29 tahun menurut jajak pendapat itu hanya mencapai 46,1 persen. Sebanyak 46,3 persen kalangan yang sama juga menyatakan bakal memilih model negara yang berbeda.

Inilah Raja Juan Carlos
Pada Mei 1962, Juan Carlos menikahi Sofia, seorang putri Yunani. Mereka berdua sama-sama pelaut tangguh yang dipertemukan di atas kapal.

Berkat Franco, pasangan ini menetap istana Zarzuela di dekat Madrid. Carlos dan Sofia mendapatkan tiga anak, yakni Elena, Cristina, dan Felipe. Sebagai satu-satunya anak lelaki, Felipe menyalip kedua kakaknya menjadi pewaris tahta yang ditinggalkan Carlos.

Inilah Raja Juan Carlos. Dialah sosok penyelamat Spanyol, yang dihujat, dicela, jatuh, tetapi turun tahta dengan mayoritas cinta rakyat tetap untuknya.



(Sumber: Kompas.com, AFP)